Ayo Cari Tahu: Bagaimana Mengembangkan Kebutuhan Komunitas Pemustaka

Bekerja di Perpustakaan Perguruan Tinggi mempunyai tantangan tersendiri, di sini kita dituntut untuk bisa memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan oleh undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah maupun pihak pengelola universitas, kebijakan-kebijakan rektorat, dan kebijakan yang dibuat oleh pimpinan perpustakaan. Sebetulnya karena sudah serba terstandarisasi, pekerjaan yang dilakukan sudah ada panduan dan ukurannya. Pustakawan tinggal mengikuti standar tersebut.

Pustakawan Perguruan Tinggi harus bisa memenuhi segala kebutuhan informasi sivitas akademika berkaitan dengan aktivitas akademis mereka. Masing-masing sivitas akademika berbeda kebutuhannya. Dosen butuh literatur atau jurnal terkait pembuatan rencana pelaksanaan perkuliahan (RPP); mahasiswa butuh buku dan artikel terbaru yang membahas subyek-subyek di mata kuliah yang mereka ikuti; dan tenaga pendidik (tendik) bisa jadi sedang mencari guidelines terkait dengan akreditasi kampus atau jurusan.

Ada begitu banyak stake-holder yang harus dipahami dan dipenuhi kebutuhan informasinya. Bagaimana pustakawan mengetahui dengan tepat apa saja yang diperlukan oleh pemustakanya? Dan bisa dengan cepat memenuhinya.
Ada berbagai macam cara untuk mengetahui kebutuhan komunitas pemustaka. Kegiatan yang paling purba dan mudah dilakukan adalah bertanya langsung. Kita terbiasa menanyakan kebutuhan orang yang datang ke perpustakaan dengan kalimat, selamat pagi pak, ada yang bisa dibantu? Sedang mencari buku apa? Hal ini sangat sederhana untuk dilakukan ketika kita dalam kondisi normal, bisa bertemu fisik, tatap muka di perpustakaan yang kita akrab dengan koleksi dan letaknya. Kita juga bisa langsung mencarikan bahan-bahan lain yang tidak ada di perpustakaan melalui database yang kita langgan.

Semua kegiatan sederhana itu menjadi kompleks di masa pembatasan sosial diberlakukan karena adanya pandemi yang belum reda. Beberapa aktivitas yang dipandang tidak esensial diminta untuk beraktivitas -belajar dan bekerja- di/dari rumah masing-masing. Aktivitas pendididikan sebagai core business perguruan tinggi dianggap bukan sektor essential dan bisa melakukan aktivitasnya bukan di kampus. Perpustakaan sebagai sektor penunjang perguruan tinggi juga diminta mematuhi aturan pemerintah tersebut. Eksistensi perpustakaan bisa jadi dinafikan, jika perpustakaan dan pustakawannya tidak melakukan inovasi-inovasi dalam menjaga hubungan dengan pemustakanya dan mengetahui kebutuhan akan informasinya.

Berangkat dari memastikan posisi dalam setiap proses pembelajaran di perguruan tinggi, ada beberapa cara untuk mengetahui kebutuhan komunitas pemustaka, tanpa harus bertemu fisik atau bertemu muka. Ada terobosan-terobosan yang bisa dilakukan, di antaranya:
1. Menyebarkan formulir kuisioner ke para dosen, mahasiswa atau tenaga pendidik via grup-grup percakapan atau ke individu yang dianggap prominent dan memiliki kredensial tinggi. Daftar pertanyaan kuisioner bisa diformulasikan sederhana, ada pilihan-pilihan dan space untuk menulis narasi agak panjang. Form termaksud bisa menggunakan google form yang familiar untuk pemustaka di Indonesia.
2. Menyediakan nomor hotline khusus untuk pemustaka, supaya bisa menghubungi pustakawan bukan di nomor pribadi. Pustakawan bisa menggunakan nomor ini untuk penyebaran informasinya.
3. Merangkum berita media yang dilanggan harian oleh perpustakaan dan mengirim ringkasan juga link akses ke artikel-artikel media tersebut.
4. Inisiatif membuat infografis sederhana untuk isu-isu tertentu yang menjadi concern Lembaga induk
5. Membuat chat bot di grup percakapan untuk pertanyaan-pertanyaan yang bersifat frequently asked question (FAQ).
6. Menyediakan diri untuk bimbingan atau konseling layanan mahasiswa, misalnya cara mengakses database atau aplikasi aggregator.
7. Menyebarkan surat via email ke prodi-prodi berkaitan dengan bahan pustaka yang dibutuhkan untuk perkuliahan, dan berusaha sebisa mungkin memenuhi kebutuhan itu.
8. Mengarahkan sivitas akademika ke repositori internal yang telah dibangun, memastikan mereka bisa menggunakan dan memanfaatkan isinya.
9. Melaksanakan pelatihan literasi secara daring, bisa berkelompok atau one on one.
10. Menawarkan layanan pendampingan penelusuran.

Melihat dari daftar kegiatan yang bisa dilakukan oleh pustakawan secara online, ini mensyaratkan kompetensi lebih dari pustakawan. Selain paham akan konten, Pustakawan juga harus tahu hal teknis, seperti pembuatan video-video singkat padat dan menarik yang bisa serta merta di-klik oleh pemustaka ketika membutuhkan sesuatu terkait dengan aktivitas belajar-mengajarnya.
Di masa pandemi, setiap komponen sivitas akademika dipaksa untuk menjadi lebih kreatif dalam memanfaatkan semua sumber daya dan memaksimalkan potensi yang ada. Bukan hanya untuk mengejar standar yang ada tetapi agar bisa terus diakui kontribusi dan keberadaannya. (a).

Triana Dyah
Pustakawan STHI Jentera/PSHK
29 Juli 2021

sumber gambar ilustrasi: freepik.com