PERANAN PERPUSTAKAAN DPR RI MENDUKUNG FUNGSI LEGISLASI DPR RI

Salah satu isu ketika membahas proses legislasi adalah studi banding. Studi banding dalam proses legislasi seringkali menjadi permasalahan karena dianggap hanya menjadi alat anggota DPR RI berlibur menggunakan uang rakyat. Pada umumnya, studi banding baru layak dilakukan, jika kebutuhan informasi tak tersedia secara memadai di dalam negeri atau informasi yang ada baik melalui internet dan literatur yang ada serta informasi dari para pakar masih dianggap kurang. Bisa pula memang butuh pengamatan dan interaksi langsung dengan para pengambil kebijakan dan masyarakat yang ada di negara setempat.

Selain itu, Salah satu kesulitan para anggota DPR RI dalam menjalankan fungsi legislasi adalah terbatasnya pengetahuan mereka atas beragam permasalahan yang timbul berkaitan dengan penyusunan dan evaluasi undang-undang. Kondisi ini berbeda sekali dengan pemerintah yang sudah memiliki infrastruktur yang relatif mapan.

Dari berbagai pendapat yang ada, terlihat bahwa peran lembaga informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi atas suatu penyusunan dan pembahasan peraturan perundang-undangan menjadi sangat penting. Selama lembaga informasi tidak dapat menyediakan informasi secara lengkap dan komprehensif, selama itu pula anggota DPR RI tetap menjadi studi banding sebagai salah satu metode pengumpulan informasi dalam pembahasan setiap perundang-undangan.

Mengapa Perpustakaan DPR RI berkepentingan mengelola dan mendokumentasikan aktifitas DPR RI berkaitan dengan legislasi

Berkaitan dengan fungsi legislasi DPR RI, perpustakaan berperan membantu anggota dan staf DPR RI mendapatkan informasi dan pengetahuan berbagai literatur yang berkaitan dengan penyusunan RUU dan evaluasi atas penerapan suatu UU.

Selama ini, berkaitan dengan fungsi legislasi, seringkali baik itu DPR RI dan pemerintah hanya fokus dalam proses penyusunan suatu UU. Namun seringkali melupakan penerapan dari UU tersebut, apakah UU yang telah dihasilkan sesuai dengan harapan dari UU tersebut, apakah UU tersebut berjalan efektif.

Misalkan berkaitan dengan UU tentang KPK. Apakah DPR RI telah melakukan studi yang cukup sejauhmana keberhasilan UU tersebut diterapkan. Apabila memang ada kelemahan, pada hal apa saja UU tersebut tidak berjalan dengan efektif. Begitu pula ketika membahas UU tentang Ormas, apakah DPR RI dan pemerintah telah melakukan evaluasi secara mendalam penerapan dari UU tentang Ormas yang ada saat ini. Atau ternyata memang UU ini memang sudah tidak diperlukan lagi karena sudah dapat ditangani melalui UU yang lain.

Atas kelemahan informasi yang ada, di sinilah seharusnya perpustakaan berperan. Perpustakaan DPR RI seharusnya berperan mulai dari suatu RUU masuk dalam prolegnas sampai penerapan dari UU tersebut. Dengan demikian, perpustakaan berperan melakukan monitoring terhadap penerapan UU tersebut.

Untuk dapat menjalankan peran ini, setidaknya ada 2 fokus utama yang harus dilakukan perpustakaan DPR RI, yaitu fokus pada pegumpulan sampai pengolahan informasi dan fokus pada penyajian informasi dan pengetahuan yang dimiliki perpustakaan. Dengan kata lain fokus pada pengembangan koleksi dan layanan perpustakaan.

Pengembangan koleksi

Pengembangan koleksi merupakan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan penentuan dan koordinasi kebijakan seleksi, menilai kebutuhan pemakai, studi pemakaian koleksi, evaluasi koleksi, identifikasi kebutuhan koleksi, seleksi bahan pustaka, perencanaan kerjasama sumberdaya koleksi, pemeliharaan koleksi dan penyiangan koleksi perpustakaan.

Dalam pengembangan koleksi, setidaknya ada 2 hal, yaitu pengembangan koleksi secara rutin dan berbasis prolegnas. Pengembangan koleksi secara rutin merupakan usaha perpustakaan mengumpulkan dan memilah seluruh informasi yang berkaitan dengan tugas dan fungsi DPR RI. Adapun pengembangan koleksi berbasis prolegnas adalah usaha perpustakaan mengumpulkan dan memilah informasi yang berkaitan dengan pembahasan suatu RUU. Dalam hal ini panduannya adalah prolegnas. Asumsinya ketika DPR RI telah mengesahkan prolegnas, maka perpustakaan telah membentuk tim untuk menjalankan perannya berkaitan dengan pemenuhan informasi yang berhubungan RUU yang akan dibahas.

Berkaitan dengan asal-usul dokumen, setidaknya ada 2 asal, yaitu dokumen yang diterbitkan oleh civitas DPR RI sendiri dan dokumen yang berasal dari luar DPR RI. Pengertian yang diterbitkan oleh sivitas DPR RI ialah berbagai dokumen dan literatur yang disampaikan oleh sivitas DPR RI baik itu makalah, transkrip, working paper, buku, notulensi sampai UU. Selama ini yang terpantau hanya pembahasan resmi dalam pembahasan RUU, mulai dari naskah akademik sampai jadi UU.

Penerbitan dokumen dan literatur tidak hanya yang ada dalam sidang-sidang resmi DPR RI, namun berbagai acara yang dilakukan seluruh komponen yang ada di DPR RI, mulai dari pimpinan DPR RI, badan kelengkapan DPR RI, fraksi yang ada di DPR RI, berbagai kegiatan yang dilakukan sekretariat Jenderal DPR RI sampai kegiatan yang dilakukan oleh anggota DPR RI.

Salah satu kekuatan DPR RI sebenarnya adalah tempat bertemu segala kekuatan pengetahuan yang saling berinteraksi, baik itu anggota DPR RI itu sendiri, pemerintah maupun masyarakat. Di sinilah peran utama perpustakaan untuk dapat menangkap seluruh pengetahuan yang tercipta dalam lingkungan DPR RI.

Hampir setiap hari, selalu ada pertemuan yang dilakukan antara sesama anggota dan staf DPR RI, pemerintah, dan masyarakat. Biasanya setiap pertemuan menghasilkan berbagai pengetahuan.baik itu dalam bentuk notulensi, rekaman suara dan film pertemuan, dan makalah yang dipaparkan oleh nara sumber.

Dari gambaran di atas berkaitan dengan pengembangan koleksi perpustakaan DPR RI berkaitan dengan fungsi legislasi, ada beberapa peran yang perlu dilakukan perpustakaan DPR RI:

A. Kegiatan rutin

Membangun dan mengembangkan koleksi yang dihasilkan DPR RI

Perpustakaan bertugas mengumpulkan dan mengelola seluruh dokumen yang dihasilkan DPR RI baik secara kelembagaan maupun anggota dan staf DPR RI. Untuk itu, perpustakaan DPR RI secara aktif mengikuti berbagai pertemuan yang dilakukan oleh berbagai unit dan anggota yang ada di DPR RI baik, khususnya yang tidak terdeteksi oleh unit kerja lainnya.

    2. Membangun dan mengembangkan pemantauan legislasi, pembahasan RUU dan penerapan UU

Selama ini perpustakaan DPR RI aktif melakukan kegiatan kliping. Apabila kliping ini diangkat dalam bentuk program rutin, maka sebenarnya secara lebih spesifik perpustakaan dapat melakukan pemantauan UU berbasis media dan literatur. Berbasis media apabila melakukan pemantauan memanfaatkan berbagai media yang relatif tingkat kepercayaannya cukup tinggi. Pada posisi ini perpustakaan perlu menetapkan secara berkala media apa saja yang menjadi alat monitor tugas ini. Hal ini penting agar dalam penyajian informasi nantinya tidak terjebak dengan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran secara jurnalistiknya. Adapun literatur adalah pemantauan melalui terbitan berkala, monograf atau berbagai pertemuan yang membahas tentang legislasi, pembahasan RUU dan penerapan UU. Selain itu, perpustakaan dalam melakukan pengadaan buku, fokus kepada hal-hal yang berkaitan dengan legislasi. Tidak hanya membahas legislasi secara politik dan hukum, namun juga berbagai buku yang berkaitan dengan penerapan suatu UU.

B. Kegiatan berbasis Prolegnas

Sebenarnya apabila perpustakaan telah menjalankan kegiatan rutin berkaitan dengan fungsi legislasi, maka ketika perpustakaan dilibatkan dalam membantu DPR RI mengumpulkan dan memilah informasi berkaitan dengan suatu RUU menjadi lebih mudah. Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh perpustakaan DPR RI berkaitan dengan pengembangan koleksi dalam menjalankan fungsi legislasi ini.

Perpustakaan DPR RI dapat melakukan penelusuran informasi melalui berbagai sumber informasi berkaitan dengan suatu RUU.

Perpustakaan DPR RI dapat melakukan kerjasama dengan lembaga informasi dan lembaga-lembaga yang fokus pada suatu RUU yang sedang dibahas. Kerjasama bisa dilakukan secara personal maupun institusional sesuai dengan karakteristik lembaga informasi dan organisasi tersebut.

Perpustakaan DPR RI dapat membantu tim yang bertugas membahas suatu RUU, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan dokumen selama tim tersebut bekerja. Hal ini sangat efektif karena nantinya perpustakaan DPR RI dapat secara utuh menyajikan buku suatu UU yang telah dihasilkan DPR RI. Selain itu, memudahkan pula tim tersebut dalam menyusun laporan khususnya berbagai bahan pustaka yang mereka gunakan. Dengan demikian, ketika tim tersebut telah selesai bekerja, tim ini tidak perlu kerepotan hendak di tempatkan di mana berbagai bahan pustaka dan dokumen berkaitan dengan RUU tersebut, karena telah dikelola dan diserahkan ke perpustakaan DPR RI.

Berbagai kegiatan ini haruslah ada panduan yang mengikat tidak saja untuk kalangan perpustakaan DPR RI namun juga seluruh jajaran yang ada di DPR RI. Panduan ini bisa dalam bentuk SOP ataupun peraturan yang berlaku di internal DPR RI. Dengan demikian, perpustakaan memiliki kewenangan yang jelas untuk menjalankan perannya berkaitan dengan fungsi legislasi ini.

Layanan Perpustakaan DPR RI

Pada awalnya kaget juga ketika mendengar bahwa ketika seseorang membutuhkan dokumen yang sebenarnya ada di perpustakaan DPR RI namun harus melewati PID yang dikelola oleh Humas DPR RI. Padahal, kalau humas DPR RI mau sedikit lebih sederhana tugasnya, hal-hal yang berkaitan dengan dokumen yang tidak terlampau sensitif, khususnya yang ada di perpustakaan DPR RI tidak perlu melalui PID.

Berkaitan dengan fungsi legislasi, ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan perpustakaan DPR RI.

Penyajian Dokumen Terkini yang dimiliki perpustakaan DPR RI

Penyajian dokumen terkini pada dasarnya usaha perpustakaan DPR RI agar anggota dan staf DPR RI mengetahui berbagai informasi yang dimiliki perpustakaan. Penyajian cukup dalam bentuk indeks dan katalog yang sekiranya menarik dilihat. Berkaitan dengan penyajian ini, ada 2 kegiatan yang dapat dilakukan, yaitu penyajian secara periodikal maupun tematik berbasis RUU yang sedang dibahas.

Penyajian secara periodikal dapat dilakukan dengan menawarkan berbagai informasi yang dimiliki perpustakaan dalam suatu bentuk newsletter atau lembar informasi. Newsletter ini dibagikan kepada seluruh anggota dan staf DPR RI secara umum. Newsletter dapat diterbitkan setiap minggu. Apabila tidak menyulitkan dapat disisipkan melalui buletin parlementaria yang setiap minggu terbit. Newsletter dapat pula disampaikan melalui email kepada seluruh anggota perpustakaan yang terdaftar. Apalagi saat ini sistem aplikasi yang digunakan perpustakaan DPR RI memungkinkan untuk hal tersebut.

Penyajian secara tematik dilakukan dengan menyampaikan berbagai informasi yang berhasil diperoleh perpustakaan. Informasi ini disampaikan kepada seluruh tim yang terlibat dalam penyusunan RUU tersebut, baik itu anggota DPR RI maupun para staf dan pakar yang mendukungnya. Penyajian bisa secara berkala dan lebih cepat dari itu, khususnya dokumen yang diperkirakan sangat penting untuk seluruh anggota tim.

Secara umum yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penyajian dokumen terkini ini adalah adanya kejelasan informasi kemana anggota perpustakaan mendapatkan informasi yang tersaji dalam newsletter tersebut. Apabila dokumen tersebut dalam bentuk elektronik alangkah baiknya bisa dikirimkan via email bagi yang membutuhkannya.

  1. Kemas Ulang Informasi

Kemas ulang informasi merupakan usaha perpustakaan menyajikan pengetahuan yang berkaitan dengan suatu tema tertentu. Layanan ini menjadi sangat penting karena informasi berkaitan dengan suatu UU tidak banyak yang menggarap secara serius.Bisa dalam bentuk yang sangat sederhana seperti brosur dan pamflet, bisa pula dalam bentuk yang lebih serius, yaitu dalam bentuk buku.

  1. Kerjasama antar perpustakaan

Kerjasama antar perpustakaan entah kenapa di Indonesia sangat sulit diterapkan. Padahal ada suatu doktrin berkaitan dengan perpustakaan bahwa tidak ada satu pun perpustakaan yang mampu menyediakan sendiri kebutuhan informasi penggunanya. Dengan demikian, kerjasama antar perpustakaan mutlak dilakukan. Untuk hal ini mungkin perlu jadi kajian tersendiri.

Bentuk layanan lainnya bisa dikembangkan sesuai dengan karakteristik yang ada dikalangan anggota dan staf DPR RI. Bisa pula dengan melihat pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul yang disampaikan oleh anggota dan staf DPR RI maupun masyarakat.

Dengan demikian, jangan sampai perpustakaan DPR RI hanya sekedar aksesoris DPR RI tanpa terlihat peran nyatanya. Apabila ini terjadi yang rugi tidak hanya perpustakaan DPR RI namun berefek ke dunia perpustakaan secara umum.