Berkunjung ke Perpustakaan LSM di Jakarta

Perpustakaan LSM

Pengelolaan Perpustakaan

Cerita ini tentang Perpustakaan di satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terletak di selatan Jakarta. Didirikan oleh orang-orang yang kredibilitasnya tidak diragukan, termasuk LSM yang awet, memiliki citra baik dan memiliki bangunan sendiri yang cukup representatif.

Isu yang dijalankan adalah advokasi kebijakan berkaitan dengan hak asasi manusia. Program-program yang dikerjakan berjalan lancar dan berkelanjutan. Hal ini ditopang dengan manajemen kantor yang serius dan profesional. Sistem yang ada sudah terbangun baik. Orang-orang yang terlibat di dalamnya adalah orang-orang pilihan yang mendedikasikan hidupnya memang untuk menjalankan visi dan misi LSM ini.

Sejak LSM ini berdiri di tahun 1993, cikal bakal perpustakaan sudah dirintis. Awalnya berfungsi sebagai tempat dokumentasi segala bentuk hasil penelitian. Berisi buku-buku referensi, diktat kuliah, transkripsi wawancara, media audio dan visual, kliping media (koran dan majalah tercetak) dan lain-lain. Material tersebut tersebar di berbagai rak yang terletak di beberapa ruangan dan lorong bangunan induk. Dokumentasi ini berkembang terus kemudian perpustakaan didirikan dan menjadi bagian dari Unit Dokumentasi.

Sekitar tahun 2000, perpustakaan menempati ruangan sendiri, berupa pavilyun yang terpisah dari bangunan utama. Namanya di struktur organisasi adalah Unit Informasi dan Dokumentasi dan menjadi bagian dari Divisi Studi. Pengelolaan saat itu masih manual.

Tahun 2004 perpustakaan mulai menerapkan otomasi manajemen perpustakaan. Katalog yang mulanya di ms excel dan ms access, dialihkan ke CDS-ISIS stand alone dan diinstal di komputer-komputer peneliti. CDS-ISIS ini berjalan di local area network (LAN). CDS-ISIS terasa kurang karena tidak bisa diakses melalui Internet dan tampilan ke end-user tidak menarik. Dibantu oleh pustakawan IT (IT librarian) CDS-ISIS ini dibuatkan user interface menggunakan Igloo. Dan di tahun 2006 perpustakaan migrasi ke Senayan Library System Management versi 1. Pada saat itu, sistim Senayan ini sudah full otomasi meski masih ada beberapa bugs yang terus diperbaiki.

Sejak katalog perpustakaan di-online-kan, Perpustakaan mulai banyak dikunjungi oleh mahasiswa dan peneliti dari berbagai wilayah di Indonesia, bahkan juga dari luar Indonesia. Peneliti dari Jepang, Belanda, Amerika, Korea aktif menggunakan koleksi perpustakaan. Katalog perpustakaan yang sudah online memudahkan pengunjung untuk mendapatkan informasi mengenai topik hak asasi manusia di Indonesia, yang pada masa itu masih sulit dicari referensinya. Selain karena masih sedikit penelitian dan penulisnya juga karena buku-buku referensi terbitan luar negeri sangat mahal dan sulit diperoleh.

Pengadaan Bahan Pustaka

Bagaimana dengan pengadaan? Pengadaan bahan pustaka dianggarkan mengikuti kegiatan riset. Buku atau jurnal yang dibeli dan dilanggan disesuaikan dengan program riset yang akan dijalankan. Penganggaran dilakukan setiap tahun ketika perencanaan kerja. Anggaran yang disediakan untuk pengembangan koleksi dan pengembangan SDM perpustakaan lumayan besar.

Pustakawan biasa membeli buku terbitan Indonesia di toko buku dan mendapat kiriman hibah dari Lembaga mitra, sedangkan buku terbitan luar negeri dari toko buku online Amazon dan membayarnya dengan kartu kredit pribadi dikarenakan Lembaga tidak menyediakan kartu kredit. Buku-buku yang dipesan dari Amazon, datang minimal sebulan kemudian. Untuk buku-buku yang berharga satu setengah juta ke atas ada bea masuk yang harus dibayar melalui kantor pos, ada tiga macam pajak yang dikenakan, yaitu bea masuk 7,5%, PPN 10%, dan non-API 3,5% (API – Asosiasi Pengimpor Indonesia). Lucunya pajak ini dikenakan kalau pengiriman via POS Indonesia, jika pengiriman melalui jasa DHL atau Fedex tidak ada bea apapun. Masalah lain di soal pengadaan, sempat terjadi perdebatan dengan auditor independent yang rutin mengaudit keuangan Lembaga, menurutnya buku dianggap sebagai inventaris maka pembelian setara atau di atas jumlah tertentu harus melalui lelang pihak ketiga. Hal ini tentunya akan menyulitkan kegiatan penelitian yang sedang berjalan. Karena seringkali, peneliti internal membutuhkan buku saat itu juga. Meski akhirnya, pustakawan berusaha mencari vendor penyedia buku-buku Hukum dan HAM untuk menghindari masalah serupa di kemudian hari.

Kerjasama Perpustakaan

Perpustakaan terus berkembang dan menjadi rujukan tempat belajar pengelolaan perpustakaan LSM. Pustakawan mulai aktif berjejaring. Lembaga-lembaga mitra mulai meminta pelatihan pengelolaan perpustakaan. Lembaga mitra ini adalah Lembaga yang sering bekerjasama dalam training-training hak asasi manusia. Cakupannya dari Aceh sampai Papua. Setiap tahun Lembaga mitra tersebut mengirimkan stafnya untuk mengikuti pelatihan HAM di Jakarta, di sela-sela pelatihan itu, disisipkan pelatihan pengelolaan perpustakaan dan dokumentasi. Perpustakaan sangat terbantu dengna adanya pelatihan untuk mitra tersebut, terutama dalam pengadaan bahan pustaka dan identifikasi kebutuhan pemustaka.

Bersama lembaga lain, yaitu Walhi, LBH Jakarta, Perpustakaan Hukum Daniel S. Lev, ICW, dan ICEL, perpustakaan ini berkolaborasi dalam proyek pelatihan-pelatihan pengelolaan perpustakaan dan berjejaring dengan banyak perpustakaan LSM lain dan lembaga negara. (an).

Triana Dyah | IG. trianadyah.p |
Pustakawan Perpustakaan Hukum Daniel S. Lev